26 November 2008

BAGAIMANA MUNGKIN KAMI MEMILIKI SERTIFIKAT TANAH?


Pertanyaan ini sering muncul di tengah masyarakat karena membayangkan susahnya membuat sertifikat tanah. “Jadi kalau buat sertifikat saya harus kemana? langsung ke kantor BPN atau melalui siapa?”. Kita semua tahu bahwa dahulu membuat sertifikat tanah begitu sukarnya, biayanya mahal, waktunyapun tidak jelas kapan selesainya. Pernah suatu kali saya melakukan pengukuran untuk pendaftaran tanah pertama kali melalui proyek pemerintah sebut saja PRONA, ada sebagian masyarakat yang berolok-olok “Bagaimana mungkin dengan biaya semurah itu bisa jadi sertifikat, saya saja yang bayar jutaan rupiah sudah 2 tahun ini belum jadi juga”. Ada lagi yang tanahnya didapat dari pelepasan hak dari kehutanan, bahkan pamongnya bilang: “iris telinga saya kalau bisa jadi sertifikat”, dan pada saat BPN membagikan sertifikat kepada masyarakat, sang pamong desa pergi entah kemana.

Dahulu cerita sertifikat tanah murah hanya diangan-angan, meskipun pemerintah menetapkan biaya sertifikat untuk PRONA pada saat itu hanya Rp 115.000,-, masyarakat harus menebusnya sampai di angka Rp 750.000,- bahkan ada yang lebih dari Rp 1.000.000,- itu belum termasuk BPHTB. Kenapa angka itu menjadi demikian mahalnya? Tentu saja karena proyek pensertifikatan merupakan proyek yang sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat dan banyak diperebutkan. Untuk mendapatkan SK penetapan lokasi proyek itu, masyarakat harus kasak-kusuk ke kantor BPN, belum lagi ongkos untuk pamong desa juga begitu mahalnya. Kemampuan BPN pada saat itu juga masih terbatas, belum lagi bicara teknologi, sumber daya manusianya pun tidak mencukupi untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan besar, mungkin lebih senang kalau mengerjakan pekerjaan ‘rutin’ yang tentu saja ‘income’ nya lebih besar.

Pak Joyo (Kepala BPN RI) pernah bercerita di suatu kesempatan "Ngurus sertifikat susah, kalau kita tanya kepada petugas di BPN kok sertifikat belum jadi katanya karena biayanya kurang,
tapi setelah biayanya ditambah, berkasnya hilang". Beruntung kita memiliki Kepala BPN yang merasakan benar kesulitan masyarakat, mungkin dahulu Pak Joyo sendiri pernah mengalaminya.

Sekarang ini BPN sudah berubah, target dan realisasi pendaftaran tanah dalam tiga tahun terakhir ini meningkat 300 persen. “Lihat ke depan, lakukan sesuatu yang dibutuhkan, dipikirkan dan dirasakan rakyat”, begitulah semboyannya. Kini cerita di atas berangsur-angsur
menghilang, sekarang masyarakat semakin percaya bahwa BPN membantu dan melayani masyarakat dalam pembuatan sertifikat, bahkan kami sebagai ‘petugas ukur’ yang langsung berhubungan dengan masyarakat merasakan dampaknya. Pada saat para asisten surveyor kadastral (istilah untuk pembantu ukur surveyor kadastral yang berlisensi) meninggalkan desa tak jarang mereka pergi diiringi dengan isak tangis keharuan, tidak sedikit yang menitipkan hasil bumi untuk dibawa pulang, sebagai ucapan terima kasih. Wah!

1 komentar:

  1. saya juga pernah mengalami hal serupa, sulit memperoleh sertifikat, bahkan sudah 3 th ini tidak jadi, setelah saya cek ke kantor BPN rupanya uang saya belum disetorkan oleh oknum BPN

    BalasHapus

WORKSHOP PENYEDIA untuk PTSL

Bertempat di ruangan Mahogany 3 Hotel Royal Kuningan di bilangan Jl. Kuningan Persada 3 Jakarta Selatan, Pejabat LKPP, Unit Layanan Pengada...